Definisi makam secara lughoh (bahasa arab) mempunyai makna tempat.
Sedangkan jika arti makam diartikan secara panjang lebar menurut
persepektif agama islam yaitu tempat-tempat yang mustajab untuk
do’a-do’a kita diijabahi oleh Sang Khaliq. Akan tetapi, dalam kasus ini
banyak orang berasumsi makam adalah tempat persemayaman orang yang sudah
wafat. Memang asumsi mayoritas orang ini tidak bisa disalahkan, karena
mayoritas tempat persemayaman terakhir orang yang telah wafat dinamakan
makam.
Sejarah Kaliyetno
Dalam permasalahan ini, juga yang menerpa kisah petilasan kandjeng Sunan
Kalijaga. Sunan Kalijaga adalah salah Satu Waliyulloh penyebar agama
Islam yang ada di ranah Jawa. Beliau juga tergabung dalam nama salah
satu Walisongo penyebar Islam di Jawa. Makam beliau teletak di kota yang
penuh syarat sejarah Walisongo, sampai kota tersebut mendapat julukan
kota Wali. Desa Kadilangu, Kabupaten Demak, dimana tempat persemayaman
terakhir dari Sunan Kalijaga. Raden Syahid (nama Sunan Kalijaga)
mempunyai banyak sejarah yang masih menjadi misteri dan menjadi tanda
tanya yang ada dibenak para penikmat sejarah. Salah satu diantaranya
adalah Sejarah tentang Makam Sunan Kaliyetno.
Sunan Kaliyetno, itulah nama petilasan yang dulu pernah dibuat semedi
oleh kandjeng Sunan Kalijaga. Jadi Makam Sunan Kaliyetno bukalah tempat
persemayam terakhir, melainkan tempat semedinya Sunan Kalijaga. Makam
Sunan Kaliyetno bertempat di daerah yang sangat terpencil di daerah
Kudus, tepatnya di desa Ternadi kecamatan Dawe kabupaten Kudus.
Adapun nama Sunan Kaliyetno, menurut bapak Sukat Mansur adalah nama yang
diambil dari bahasa jawa. Kali itu berarti Sungai, sedangkan Yet itu
berarti Lumut dan no berarti tidak ada. Jadi Kaliyetno berarti Sungai
yang tidak ada lumutnya. “kali ikuw kali, yet ikuw lumut, lan no maksute
odak ono. Dadi kaliyetno ikuw kaline odak ono lumute” terangnya. Karena
menurut keterangan Pak Sukat (panggilan akrab Bapak Sukat Mansur) yang
diperoleh dari sesepuh desa ternadi yang telah gugur, bahwa dulu ketika
Sunan Kalijaga bersemedi menjaga pusaka titipan dari Kandjeng Sunan
Bonang itu tidak ada satupun lumut yang ada di Sungai depan semedinya
beliau.
Sejarah terjadinya Makam Sunan Kaliyetno itu dikarenakan ketika terjadi
peristiwa Lokojoyo, panggilan muda Raden Syahid, akan memalak Kandjeng
Sunan Bonang. Namun ketika Lokojoyo mengetahui Kewalian yang dimiliki
oleh Sunan Bonang, seketika itu pula Lokojoyo ingin dijadikan Murid
daripada Sunan Bonang. Tapi Sunan Bonang tidak langsung menjadikan
Lokojoyo sebagai muridnya, akan tetapi Lokojoyo diuji untuk menjaga
tongkat yang dulu dipakai oleh Sunan Bonang di daerah Ternadi tersebut.
Dalam penjagaan tongkat amanat dari Sunan Bonang, Lokojoyo menjaga
dengan penuh kekhusyu’an yang amat tinggi. Ketika penjagaan itu, yang
bertempat di sungai yang ada di desa ternadi, yang sekarang dinamakan
Kaliyetno, tidak ada satupun lumut-lumut yang ada di dalam sungai
tersebut.
Diceritakan bahwa ketika empat puluh hari berselang setelah amanat yang
diberikan Kandjeng Sunan Bonang kepada Lokojoyo. Akhirnya, Sunan Bonang
menghampiri tempat semedinya Lokojoyo, dan mengangkat beliau sebagai
salah satu Walisongo penyebar Islam di pulau Jawa . Raden Syahid juga
diberi amanat menyebarkan Islam di ranah Demak, dan juga menyematkan
nama kepada beliau sebagai Sunan Kalijaga.
Kehidupan muda Raden Syahid sangatlah bertolak belakang dengan kehidupan
yang dialami Sunan Muria. Pak Sukat menceritakan bahwasanya kehidupan
Raden Syahid bertentangan dengan Sunan Muria. Dalam hal ini, adalah
pertentangan yang bersifat kewalian ataupun keramat.
Peninggalan dan Pusaka
Peninggalan dan pusaka yang berada di area petilasan Raden Syahid
hanyalah tempat persemedian dan tongkatnya Sunan Bonang. Adapun tongkat
yang ada sekarang adalah bambu yang menjadi penyangga selambu petilasan
tersebut. “ tongkat dadi pring, pring kanggone cagak luwur” ulas Pak
Sukat. Sedangkan semua pusaka yang ditinggalkan oleh Raden Syahid
ditempatkan di area Masjid Agung Demak dan Pemakaman Kadilangu.
Tidak hanya peninggalan yang berupa pusaka yang telah ditinggalkan oleh
Raden Syahid. Akan tetapi Keramat yang terus bisa dirasakan para
penziarah makam sunan Kaliyetno tersebut hingga sekarang. Seperti halnya
pada tahun 2009, salah satu penziarah yang berasal dari Jepara dapat
merasakan betapa dahsyatnya keramat peninggalan Raden Syahid.
Seperti halnya makam pesarean para wali-wali lainnya. Makam Sunan
Kaliyetno juga banyak dikunjungi oleh muzairin. Adapun keramaian yang
menghinggapi Makam Sunan Kaliyetno adalah ketika Kamis Kliwon. Dan
peringatan haul Sunan Kaliyetno menyamakan ketika acara peringatan
Grebeg Besar Sunan Kalijaga yakni pada 10 Dzulhijjah, “haule pas 10
besar, sarengan kaleh Demak” tambah pak Sukat. “ Penziarah katah. Sampai
pengurus Demak nggeh meriki “ tutur pak Sukat menggambarkan suasana
yang begitu ramai yang menyelimuti acara haul.
Makam kaliyetno juga seperti halnya makam-makam lain. Baik itu berupa
pentangan-pantangan maupun larangan-larangan. Larangan yang berlaku di
area makam kaliyetno hanya tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas
maupun kegiatan di area atas makam. Dan juga jangan membuat kegiatan
disekitar area makam tanpa Izin. “ Ojo ngantek kegiatan ten nginggil
makam lan ojo ngantek kegiatan ten meriki tanpo ngirim utowo izin “
tuturnya untuk mengingatkan para muzairin agar berhati-hati di area
makam sunan kaliyetno dan tidak melanggar peraturan itu.
Narasumber:
Bapak Sukat Mansur (Juru Kunci Makam Sunan Kaliyetno, Ternadi, kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus)
Minggu, 01 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
12 komentar:
kurang marem ah.,,
podo podo isine
wes apek iku,..
tau rono no kueeee,,,,,
isine tek podo"
colo ada gax sobbbbbbbb
apik
ssiiiiiiiiiiiiippppppppppp
kyo pak ustadz kuwe yes ah............. sotoy......... joszsh man
wes rety,,,,,,,,,,,,,,,
nak wes reti nger meneng ae.,.
okay.,.
eo,.,
r5a po"./.
podo jurusan omah'e,.,
wes.,.
Posting Komentar